(Chapter
2) Another Session
Main
Cast :
-Kang Moonah
-Kang Sunah
-Teen Top Member
-Other
Genre
: Romance, Family, School Life
***
Moonah selalu meluangkan waktunya
untuk duduk dan membaca sebuah buku di perpustakaan. Ia memiliki kursi spesial
yang selalu tuju jika pergi ke perpustakaan. Kursi kesukaannya berada tepat di
sisi jendela yang menghadap ke lapangan sekolah. Moonah senang duduk disana karena
ia dapat melihat ke arak luar sembari membaca, dan ia mendapatkan banyak sinar
matahari ketika ia duduk disana.
Pergi ke perpustakaan sekolah sudah
menjadi kebiasaan Moonah belakangan ini. Ia harus menunggu Sunah yang selalu
menyelesaikan kelasnya lebih lama darinya, maka dari itu ia memilih untuk pergi
ke perpustakaan sembari menunggu saudaranya itu.
Biasanya Moonah tidak sendiri, ada
Ricky yang menemaninya belajar atau Minsoo yang terkadang ke perpustakaan untuk
sekedar tidur. Tapi hari ini Ricky harus pulang lebih awal, sedangkan Minsoo,
ia memang tak pernah datang ke perpustakaan setiap hari rabu dan jumat. Moonah
memang tidak dekat dengan Minsoo, tapi dia tertarik untuk memperhatikan tingkah
Minsoo yang aneh dan misterius. Moonah sering melihat Minsoo tertidur di
berbgai tempat, bahkan di kantin sekalipun. Ia heran kenapa Minsoo selalu mengantuk.
Moonah pernah bertanya pada Ricky kenapa hyungnya bisa seperti itu, dan Ricky
hanya menjawab kalau Hyungnya itu makhluk nopturnal.
Moonah sudah menyelesaikan lima
halaman novel yang sedang ia baca, dan entah kenapa ia merasa bosan dengan
novel tersebut. ia berhenti sejenak dan memandang ke arah luar. Seperti
bisanya, setiap melihat kelapangan pada jam segini, ia akan menemukan keriuhan
siswa yang mengikuti ekstra atau hanya menghabiskan waktu mereka bermain. Dan
ia akan melihat Niel disana, sibuk berlarian ke setiap sudut lapangan sambil
memperebutkan bola. Niel orang yang baik walaupun terkadang sangat menyebalkan.
Moonah memeriksa Hp-nya yang bergetar.
Ada sebuah pesan dari Sunah disana. Ia meminta agar Moonah pulang lebih dulu,
karena ada urusan yang membuatnya pulang terlambat. Ia juga meminta Sunah
memberitahu keluarga mereka.
Dengan enggan Moonah bangkit dari
duduknya dan berjalan ke arah rak-rak buku yang berjejer. Ia meletakkan kembali
buku yang belum selesai ia baca ketempat buku itu ia temukan.
***
Sebelum pulang Moonah memutuskan untuk
berkeliling sekolah. Ia belum sempat menjelajahi sekolah barunya, tepatnya
sekolah pertamanya. Ia tidak pernah bersekolah sebelumnya, berbeda dengan Sunah
saudaranya. Tubuh Moonah yang lemah membuat ayahnya berpikir dua kali untuk
membiarkan Moonah untuk keluar rumah.
Lagi pula ini kesempatan Moonah untuk
mencoba pergi sendiri. Biasanya ia terlalu takut bila harus berjalan sendirian,
maka dari itu ia hanya bisa mengandalkan saudaranya itu untuk menemaninya.
Tempat pertama yang Moonah tuju adalah
gedung selatan. Ia ingin melihat
sesorang disana. Namja yang sedang melukis itu, namja dengan lukisan yang
indah. Dengan tidak sabar moonah mempercepat langkahnya.
Lorong gedung ini terasa sepi, tapi
Moonah yakin ruangan di balik pintu dan jendela yang berjejer ini pastilah
penuh dengan orang-orang yang menikmati masa sekolahnya. Moonah mulai
memperlambat langkahnya dan saat ia sampai di depan ruangan yang ia tuju, ia
menghentikan langkahnya di depan daun pintu. Dengan sedikit perasaan
takut-takut Moonah mengintip lewat pintu yang terbuka.
Lagu yang sama mengalun lembut mengisi
ruangan itu, dan dengan jelas Moonah dapat mendengar suara dua namja sedang
berbincang. Mereka terdengar sangat akrab, dengan pembicaraan yang Moonah tidak
mengerti. Moonah ingin melihat lebih jelas siapa kedua namja tersebut, jadi
Moonah sedikit menjulurkan kepalanya hingga ia dapat melihat dengan jelas.
“Nuguseyo?” seru salah satu namja yang
menyadari kehadiran Moonah.
Namja itu bangun dari duduknya dan berjalan
kearah Moonah. Moonah langsung panik dan terjatuh karena tidak bisa
mempertahankan keseimbangannya. Ia merasakan nyeri di lutut dan telapak
tangannya. Tapi ia lebih merasa malu karena ketahuan mengintip sehingga rasa
sakitnya ia abaikan.
Namja itu mengulurkan tangannya dan
membantu Moonah untuk berdiri. Moonah memperbaiki letak kacamatanya dan
mendongak melihat wajah namja yang ternyata cukup tinggi itu.
“Gwenchanda?” Tanya namja itu lembut.
Moonah hanya mengangguk dan langsung
menundukkan wajahnya. Ia tidak berani membayangkan betapa merah wajahnya saat
ini.
“Chosonghamnida.” Pinta Moonah dan
langsung berlari pergi meninggalkan dua namja yang sekarang sudah berdiri
berdampingan.
“Nuguseyo?” Tanya namja satu ke namja
lainnya.
“Aku tidak yakin tapi aku rasa aku
tahu siapa.” Sahut namja yang membantu Moonah untuk berdiri.
“Aishh… Kamu jadi menakuti yeoja tadi,
kalau dia mau bergabung ke klubku bagimana? Dia pasti langsung berubah pikiran
setelah melihat wajahmu yang seram itu.” Namja yang menolong Moonah tadi
langsung memukul kepala temannya karena kesal dengan ejekan yang diberikan
untuknya. Tapi temannya itu dengan sigap mengelah. Namja itu meliat sesuatu di
lantai dan memungutnya.”Handpone? milik siapa?”
“Sepertinya milik Yeoja tadi,
sebaiknya kita simpan. Dia pasti kesini kalau sadar HP-nya terjatuh.”
***
Moonah berlari sekuat tenaga, ia
menuruni tangga dengan cepat dan terus berlari tanpa tahu tujuan.
JDAKK
Moonah kembali terjatuh saat sesuatu
mengenai kepalanya. Kali ini Moonah tidak terjatuh ke lantai tapi ia merasakan
tangan yang ia gunakan untuk bertumpu menyentuh tanah. Moonah segera mengelus
kepalanya yang ternyata terkena lemparan bola. Moonah tidak menyangka dia akan
terjatuh dua kali dalam hari ini. ia menggerutu dalam hatinya.
“Gwenchanda?”
Moonah kembali mendengar pertanyaan
itu untuk yang kedua kalinya. Dan kali ini Moonah sempat untuk menjawab.
“Ne.”
Moonah berusaha bangun sendiri karena
ternyata namja yang bertanya tadi masih berlari menghampirinya. Dan saat namja
itu sudah ada di hadapan Moonah, ia sadar ternyata kini ia berada di pinggir
lapangan. Lapangan sepak bola tepatnya. Bagaimana bisa Moonah berlari begitu
jauh, sesuatu pasti membuat adrenalinnya bekerja lebih keras.
“Gwenchanda?” Tanya namja itu lagi.
“Ne.” Moonah kembali menjawab dengan
napas tersengal.
“Mian, tendanganku terlalu kuat dan
kamu tiba-tiba datang entah dari mana.” Jelas namja yang ternyata adalah Niel
itu.
Saat sadar siapa yang sedang diajaknya
bicara Moonah langsung merasa kesal. Moonah kurang suka dengan namja ini, namja
yang selalu membuat kelasnya gaduh dan namja yang selalu tidur saat jam
pelajaran.
“Ne… Aku harus pergi.” Pamit Moonah
dan berjalan meninggalkan Niel yang melongo kebingungan.
Moonah berjalan sedikit pincang
kegerbang sekolah. Ia merogoh saku roknya, tapi tidak menemukan benda yang ia
cari. Moonah akhirnya sadar HP-nya hilang.
Ia kembali merogoh semua kantung di
seragamnya. Mengubrak-abrik isi tasnya, dan tentu saja tidak menemukan HP yang
ia cari.
“Aishh.” Keluhnya. “terjatuh dimana
benda itu?” ia berhenti dan berfikir sejenak. “Jangan-jangan jatuh di ruang
melukis? Atau di lapangan bola? Atau jangan-jangan jauh saat ia berlari
barusan?” tanyanya pada diri sendiri.
Moonah hendak kembali dan mencari
HP-nya, tapi karna tidak tahu harus mencari kemana ia memutuskan untuk menyerah
sebelum berusaha. Disekelilingnya sudah mulai gelap dan tidak mungkin mencari
pikirnya, lagi pula ia bisa mencarinya besok. Moonah teralalu takut gelap
sehingga memutuskan pulang saja naik bus sebelum terlalu malam.
Kakeknya akan sangat marah padanya
kalau tahu ia pulang sendiri apalagi tanpa mengabari terlebih dahulu. Mereka
mengijinkan Moonah pergi kesekolah karena ia berjanji akan selalu memberi kabar
dan harus selalu diatar jemput. Kalau sudah begini, Moonah tidak yakin apa
besok ia masih diijinkan pergi ke sekolah.
Pulang dengan bus seorang diri
ternyata tidak mudah. Menentukan bus mana yang harus dinaiki dan harus turun di
halte yang mana sungguh membingungkan bagi orang awam seperti Moonah. dan
hasilnya kini Moonah tidak tahu dia dimana.
Ingin rasanya Moonah menangis disaat
seperti ini. ia tidak tahu dia masih di kota seoul atau tidak. Dia tidak tahu
kemana arah ke rumahnya. Sudah setengah jam Moonah berjalan sendiri, dan beberapa
kali ia hendak bertanya pada orang yang berpapasan dengannya. Tapi ia urungkan
niatnya itu dengan pikiran-pikiran jangan-jangannya. Jangan-jangan dia
penjahat, pencuri, maniak, penculik. Pikiran negatif yang terus menghantui menyemangati
kepanikan Moonah.
“Selamat malam, silahkan mampir.”
Suara namja dari kostum boneka sedikit menakuti Moonah. “Kacamata!” serunya
lagi membuat Moonah hendak berlari menjauh.
Badut dengan kostum boneka itu
langsung menghentikan Moonah dan menggenggam tangannya. “Ya.. Kacamata! Ini
aku.” Namja itu segera melepaskan penutup kepalanya.
“Sombae!” seru Moonah gembira.
“Ya… Apa yang kamu lakukan disini? Dan
ada apa dengan penampilanmu?” Minsoo keheranan dengan penampilan Moonah yang
sedikit acak-acakan dengan siku kan lutut berdarah. “Lalu kenapa dengan
luka-luka ini?”
“Sombae….” Moonah mulai menangis dan
menceritakan semuanya. “Aku jatuh, Hp-ku hilang, aku tidak tahu jalan pulang…
Hu…”
“Aish… aku tidak mengerti maksudmu…!
Ayo masuk dulu dan ceritakan semuanya.” Minsoo mengajak Moonah untuk masuk ke
café tempat ia bekerja. Memberikannya minum dan membantunya mengobati kukanya.
Moonah menceritakan semua yang
dialaminya hari ini -kecuali tentang mengitip sombenya tentunya-, membuat
Minsoo tidak bisa menahan tawanya. Minsoo heran bagaimana ada orang yang
seperti ini, tidak tahu cara naik bus.
“Tunggu sebentar, aku akan mengantarmu
pulang. Berhentilah menangis!”
“Jinja? Gomawao sombae. Hick” Moonah
menghentikan tangisnya dan memberian senyum terimakasihnya ke Minsoo.
Tidak beberapa lama Minsoo sudah
kembali dengan seragam sekolah mereka. Ia berpamitan sebentar dengan pemilik
café dan mengajak Moonah untuk keluar.
“Jadi dimana rumahmu? Moonah
menyebutkan alamat rumahnya dan Minsoo sedikit terkejut mendengar kompeks mana
rumah itu berada. “Wah, jadi kamu seorang putri?”
“Ne?” Tanya Moonah heran.
“lupakan saja.”
Mereka berjalan menuju halte bus, dan
menaiki bus yang berhenti tepat saat mereka sampai. Hanya berselang dua halte
yang mereka lewati dan Moonah sudah ingat bahwa ini jalan menuju rumahnya.
Diperjalanan Minsoo menjelaskan bagaimana cara menuju rumahnya kalau naik bus
dari sekolah. Moonah merasa bodoh karena ia melewati halte diamana seharusnya
ia turun.
Kini mereka sudah berdiri di depan
rumah Moonah.
“Wah… Rumahmu benar-benar istana.”
Seru Minsoo kagum dengan rumah Moonah hanya dari pagar dan gerbangnya yang
sangat tinggi. “Aku pergi sekarang. Bye!”
“Sombae!” seru Moonah yang melihat
Minsoo langsung pergi. “Kamu tidak mampir dulu?”
“Tidak usah!” seru Minsoo tanpa
menoleh. Ia hanya terus berjalan meninggalkan Moonah.
***
Sunah merasa sedikit kesal karena
harus membersihkan kelas bersama Chanjo. Ia merasa bukan salahnya jika ia
tertidur di kelas. Cara Park seongsamnim mengajar sangat membosankan, dan Sunah
sangat benci pelajaran sejarah, membuatnya benar-benar mengantuk karena
terus-terusan didongengi dengan tokok-tokoh perjuangan dan tanggal-tanggal yang
tidak penting baginya.
Jadi saat ketahuan tertidur, tentu
saja gurunya itu marah, apalagi sifat Sunah yang jujur saja membertahu alasan
ia tertidur membuat gurunya yang terkenal sangar itu memberikan hukuman yang
menyebalkan ini.
Disinilah Suhan berakhir hari ini,
membersihkan ruang kelas yang entah dimana hubungannya dengan sejarah atau
apalah itu. Setidaknya dia akan selesai lebih cepat karena Chanjo yang dengan
bermurah hati menawarkan diri membantunya.
“Aish… aku harus membiarkan Moonah
pulang sendiri, gara-gara guru menyebalkan itu!” gerutu Sunah.
“Tenang saja Nunna, nunna bisa ikut
dengan mobilku nanti.”
“Bukan itu masalahnya, aku khawatir
dengan Moonah.”
“Bukannya kalian punya supir. Moon
nunna pasti sudah dijemput dan dirumah sekarang.”
“Benar juga.”
“Nunna lihat ini!” seru chanjo yang
menunjukkan gaya seperti pemain gita pro, dengan gitar sapu-nya.
“Ya… Apa-apan itu? Kau seperti orang
gila tahu.”
“Apa aku sudah terlihat seperti pemain
gitar pro? Aku ingin menjadi seorang pemusik yang terkenal.” Curhat Chanjo.
“Hmmm…” Sunah memasang pose seperti
mengamati, meliat Chanjo dari atas hingga bawah. “Chokeum.”
“Aku akan menjadi musisi terkenal,
sambil melanjutkan bisnis appaku. Lalu bagaimana dengan nunna?”
“Aku?” Sunah menaikkan sebelah
alisnya. Ia berpikir sejenak. “Akurasa aku akan menekuni fashion. Seperti
eommaku, atau haruskah aku meneruskan bisnis appaku? Sama sepertimu. Yang pasti
aku tidak akan menekuni apa yang Moonah tekuni.”
“Wae?”
“Sama seperti kita tidak mungkin
menyukai pria yang sama kan? Aku tidak ingin terus bergantung dengan Moonah,
aku ingin sedikit ada ruang diantara kami. Sudahlah. Ayo lanjutkan, aku akan
mentraktirmu sehabis ini.”
“Jeongmal?”
“Ne, Yakshoke.”
Mereka melanjutkan pekerjaan mereka,
dan benar seperti yang Sunah pikirkan. Semua akan selesai lebih cepat kalau
dikerjakan berdua. Chanjo ahli juga dalam bersih-bersih, terutama bagian yang
tinggi.
Jadi dengan alasan sudah sangat
dibantu Sunah menurut saja saat diajak ke sebuah café yang cukup ramai di dekat
kompleks perumahannya.
Café ini sangat menyenangkan dan
makananya juga enak. Pantas saja tempat ini dipenuhi pelanggan. Ada sebuah
pohon buatan diantara meja penanggan dan daunnya terbuat dari
gantungan-gantungan kertas berisikan harapan pelanggan yang mengunjungi café
ini. sepertinya ini juga salah satu yang membuat pelanggan datang.
“Nunna, kalau kamu menuliskan
harapanmu dipohon itu, pasti akan terkabul.” Cerita Chanjo.
“Aku tidak percaya.”
“Aku sudah membuktikannya, aku
menuliskan harapanku dan sekarang sudah terkabul.”
“Harapan apa?”
“Rahasia, kalau aku sebutkan, nanti
aku akan kena sial.”
Sunah memukul kepala Chanjo dengan
sendok plastik ditangannya.
“Nunna! Serunya marah, kalau kamu
terus memukul kepalaku, lala-lama aku akan bodoh.”
“Tenang saja, tuhan tidak akan
membiarkanmu bodoh.”
“Wae?”
“Karena aku akan menulis harapan
supaya kamu menjadi orang yang pintar, lalu menggantungnya ke pohon itu.” Jelas
Sunah. “ Ops… aku menyeutkannya, Tuhan akan benar-benar membuatmu bodoh
sekarang.”
Chanjo memperlihatkan wajah kesal yang
terlihat imut di mata Sunah.
***
Sunah memasuki rumahnya yang terlihat
sepi. Hanya beberapa pelayan yang sedang membersihkan ruang tamunya, dan
sepertinya yang lain sedang ada di dapur.
Ia bertanya pada salah satu pelayannya
apa Moonah ada di kamarnya. Dan Sunah sedikit terkejut saat pelayannya menjawab
Moonah belum pulang. Moonah belum pulang dan Kakeknya tidak akan pulang karena
bisnisnya hari ini.
Sunah mulai cemas dan menghubngi
Moonah, tapi ponsel Moonah tidak bisa dihubungi. Beberapa kali dan beberapa
kali Sunah mencoba tetap saja tidak bisa.
Sunah memanggil sopir mereka dan
menanyai apa sunah menghubungi untuk menjemputnya. Dan supir itu juga menjawab
tidak. Kini Sunah panik, dia takut saudaranya itu kenapa-kenapa. Moonah tidak
akan tahu jalan pulang sendiri. Jadi Sunah meminta supirnya untuk pergi ke
sekolah mencari tahu jika Moonah masih disana.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan
dan masih belum ada kabar dari Moonah. Kini Sunah menyesal harus membiarkan
Moonah sendiri. Ia telah melanggar janji pada kedua orang tuanya. Ia tidak bisa
menjaga Moonah dan meninggalkan dia sendiri. Sunah benar-benar kesal dengan
dirinya yang berfikir memberi sedikit ruang itu.
“Aku Pulang!” seru Moonah.
“Ya…! Kamu dari mana saja?” Tanya
Sunah yang langsung berlari saat mendengar pintu dibuka.
“Ceritanya sangat panjang. Aku lelah
Sun, aku mau mandi dan tidur. Diamana kakek?”
“Kakek tidak pulang hari ini. Hyea,,,
kenapa dengan lutut dan sikumu?”
“Aku akan menceritakannya setelah
mandi. Jangan beritahu kakek aku pulang seperti ini, dia tidak akan
membiarkanku kembali ke sekolah.” Pinta Moonah.
“Aku juga tidak berniat
menceritakannya, Kakek juga akan membunuhku seketika.”
“Mianhae…” sesal Moonah.
***
TBC
TBC
Huaa..... Post-nya lama banget, khekhekhe mianhae
aku ga nyangka aku udah males buat nulis ini ff, jadi lupa ceritanya maunya gimana, aku harap yang baca suka sama tulisanku yang banyak typo dan dengan bahasa yang aneh dan lebai serta dengan cerita yang geje ini....
Sekian dulu dari saya, lanjutannya dijanjkan bulan ini deh...